Pengertian Filsafat dan Ilmu
Daftar Isi
1. Kata Pengantar
2. Bab I
2.1. Pendahuluan
2.2. Latar Belakang
2.3. Rumusan Masalah
2.4. Tujuan
3. Bab II
3.1. Pengertian Filsafat dan Ilmu
3.2. Pengertian Filsafat Ilmu dan Filsafat Pengetahuan
3.3. Objek Kajian
3.4. Lingkup Kajian
4. Kesimpulan
5. Daftar Pusataka
Bab I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pemahaman akan ilmu tak akan pernah luput dan surut, seiring dengan
era-era baru yang muncul seiring itu pula ilmu terus tumbuh subur.
Sebagai dasar pengetahuan, tolok-ukur kehidupan, dan suatu langkah masa
depan. Menggabung dengan awal dari pada ilmu itu sendiri, filsafat
menghadirkan tahap padauan antara Filsafat dan Ilmu yang menjadikan ilmu
pengetahuan itu sendiri menjadi objek kajiannya dengan sedalam
penelitian yang dilakukan.
Dengan hadirnya makalah ini semoga menjadi satu jalan agar kegiatan
keilmuan terus berlanjut. Sedemikian rupa kami coba dengan sebisa
mungkin kami menelaah paham yang telah umum sebagai sajian pengantar
yang akan kami jelaskan. Sempurna atau tidaknya tergantung pada
penjelasan kami, mendapat respon sepakat bukanlah mudah, dengan demikian
hadirnya makalah awal pelajaran ini semoga akan menjadi tonggak awal
dan gerbang awal bagi pembahasan selanjutnya.
2. Rumusan Masalah
- Apa perbedaan filsafat dengan ilmu?
- Apa yang membedakan antara filsafat ilmu dengan filsafat pengetahuan (epistemology)?
- Apa saja objek dan lingkup kajian tersebut?
3. Tujuan
- Sebagai pendalaman awal akan kajian filsafat ilmu
- Sebagai tinjauan ulang suatu bidang keilmuan
Bab II
A. Pengertian Filsafat dan Ilmu
- Pengertian Filsafat
Kita mulai dengan sedikit menggali penjelasan tentang filsafat. Kami
rasa terlalu sering kita membahas tentang pengertian filsafat dari segi
etimologi, yang dimulai tentang upaya Socrates dalam memerangi kaum
sophis sekelompok orang yang memiliki pengetahuan cukup luas tentang
beberapa pengetahuan, piawai berargumentasi dalam sebuah perdebatan
hingga mereka menjadi pelatih retorika pada saat itu untuk membuat
sebuah kebenaran menjadi sebuah kebatilan dan sebaliknya, hingga tidak
mereka sadari mereka juga ikut masuk kedalam permainannya dan terjebak
dalam sebuah pengingkaran terhadap kebenaran dan realitas. Sikap mereka
tidak sesuai dengan apa yang mereka sandang dan mereka akui, mereka
mengaku sebagai sekelompok orang yang bijaksana.
Socrates memulai upayanya dengan menamakan dirinya sebagai seorang philosophia “pecinta
kebijaksanaan” upayanya berlanjut dengan caranya yang sangat khas yaitu
mencoba mencari kebenaran dengan cara terus mempertanyakan setiap
jawaban yang telah ia terima dari lawan bicaranya. Ia sangat keritis,
hingga dengan sendirinya lawan bicaranya pun menyadari kesalahannya dan
menemukan sendiri kebenaran dari setiap pertanyaan yang dilontarkan
Socrates dengan kritis. Dari kata phylo dan Sophia lah awal mula
kemunculan kata filsafat.
Filsafat secara terminologilah yang mungkin sangat beragam
pengertianya semua filosof memberikan makna, dan pemberian makna
filsafat menjadi sebuah kesibukan tersendiri bagi para filosof.
Memberikan makana dari segi tujuan atau dari segi objek yang dibahas.
Para filosof muslim memberikan makna filsafat sebagai sebuah ilmu yang
didalamnya membahas tentang wujud sebagaimana wujud itu sendiri atau
wujud mutlak (sebagaimana adanya).
Lalu jika kita merujuk ke buku yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno
di sana di jelaskan bahwa filsafat itu adalah sebuah ilmu kritis dan
memberikan pengertian yang diambil dari tujuan filsafat menjadi beberapa
pengertian sebagai berikut :
a. Filsafat sebagai Ilmu Kritis
Berbagai bidang ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini telah
membuktikan kemajuannya, segala kemajuannya telah membuat kita begitu
kagum dengan perkembangan itu. Berbagai apresiasi telah mengalir dari
berbagai pihak. Terutama pekembangan yang diperlihatkan oleh
bidang-bidang ilmu pasti, seperti fisika, kimia, fisiologi, sosiologi,
atau ekonomi. Bidang-bidang ilmu itu telah mampu mengungkap realitas
dunia hingga kebagian terkecil atom dan sebagainya, menerbangkan manusia
hingga keluar angkasa, memperlihatkan potret alam semesta yang begitu
luas, mengatur tatanan hidup bersosial.
Namun sayang bidang ilmu-ilmu itu hanya terbatas pada wilayah
cakupannya masing-masing, mereka membuat dan memiliki metode-metode
khusus, mereka membatasi diri pada tujuan dan bidang tertentu untuk
meneliti bidang masing-masing secara optimal. Dan oleh karena itulah
mereka tidak memiliki sarana teoritis untuk ikut campur ataupun menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diluar perspektif pendekatan khusus
masing-masing.
Ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini memang telah mampu
menenggelamkan manusia kedalam dunia, hingga manusia mampu mengetahui
apa saja yang terdapat dalam dunia ini. Namun sayang semua itu tidak
mengantarkan manusia pada sebuah jawaban atas pertanyaan mendasar hidup
manusia, pertanyaan-pertanyaan yang selama ini telah menjadi pertanyan
abadi yang dengan sendirinya telah ada dalam diri manusia, seperti :
Apakah makna hidup ini? Apakah tujuan hidup ini? Bagaimana saya harus
menjalani hidup agar saya menjadi seorang manusia yang baik ?. tidak ada
disiplin ilmu yang mampu menjawab dan rela meneliti tentang beberapa
pertanyaan-pertanyaan diatas, hanya sikap kritis yang muncul dari
Socrates lah yang mampu menjawab pertanyaan seperti itu.
Jadi kami kira pengertian filsafat sebagai ilmu kritis lah yang saat
ini cocok untuk kita pakai hingga nanti akan sesuai dengan pembahasan
selanjutnya, dan pengertian ini setidaknya tidak jauh melenceng dari apa
yang telah dilakukan Socrates selama ini sebagai seorang yang rela
meminum racun karena sikap kritisnya, hanya untuk memberikan jalan untuk
manusia agar manusia mampu menjawab dengan kesadaran diri sendiri atas
pertanyaan-pertanyaan mendasar hidup.
Namun tidak hanya disana ternyata sikap kritis filsafat, karena tak
sedikit para filosof juga yang menggunakan filsafat sebagai sebuah pisau
analisa untuk mempertanyakan dan mengkritisi idiologi-idiologi yang
telah mapan, mengkritisi tatanan sosial ataupun system kenegaraan, dan
kepercayaan.
b. Filsafat Mencari Jawaban
Sikap kritis filsafat mungkin telah membuat sebuah pemikiran selalu
di pertanyakan kembali, kritiikan menghampiri dari berbagai sisi,
misalkan dari systememisasi penelitian, relefansi sebuah pemikiran
dengan kenyataan, objek pemikiran yang terkadang dikeritisi dan dianggap
tidak real. Sikap kritis itu memang telah membuka segala kesalahan yang
mungkin terjadi namun terkadang semua itu dibiarkan begitu saja tanpa
mampu filsafat sendiri memberikan jawaban yang memadai atas kritikannya.
Seluruh bangunan pemikiran dibongkar dan di kritisi tanpa kita mampu
lagi untuk membangun kembali pemikiran yang telah runtuh itu hanya akan
menyebabkan kesia-siaan.
Filsafat harus bisa mengkritisi sebuah pemikiran secara radikal namun
harus juga memberikan jawaban yang rasional juga. Dan yang membedakan
antara jawaban yang sepontan dengan jawaban seorang filosof adalah
seorang filosof dan filsafatnya harus mampu mempertanggung jawabkan
jawaban yang ia argumenkan dengan rasionalisasi dan sistematisasi yang
benar dan membuka diri atas kritikan yang akan muncul. Dan oleh karena
itulah terkadang jawaban atas pembahasan filsafat tidak pernah berujung
pada kebenaran yang mutlak, karena filsafat selalu membuka ruang yang
luas untuk kritikan.
2. Pengertian Ilmu
Ilmu yang dipakai dalam bahasa Indonesia adalah akar kata dari kata bahasa arab ‘alima. namun
terkadang pengertian yang di berikan berbeda. Ilmu menurut logika
adalah hadirnya suatu gambaran kedalam akal atau benak kita, hingga
nanti ilmu dibagi menjadi beberapa bagian menurut pandangan ini. Namun
jika kita melihat kondisi dan perkembangan saat ini ilmu itu diartikan
sinonim dengan kata science dalam bahasa inggris yaitu rangkaian
sistematis sebuah proposisi yang membutuhkan pada sebuah eksperimen
ilmiah dan memiliki nilai (aksiologi). dan juga ada yang mengartikan
ilmu dengan pengertian yang sinonim dengan kata knowledge dalam bahasa
inggris.
Berkaitan dengan pembahasan filsafat ilmu, kami kira pengertian yang
sinonim dengan kata science lah yang tepat untuk di pakai, agar nanti
sesuai dengan bahasan dalam filsafat ilmu ini. dengan beberapa
pengertian diatas fikir kami itu telah sedikit memberikan sebuah
gambaran untuk membedakan antara filsafat dan ilmu. Filsafat menurut
kami dalam bahasan ini lebih diartikan sebagai sebuah alat untuk
menganalisa atau mengkritisi sebuah sistematisasi ilmu lebih tepatnya
sebagai pisau analisa. Dan ilmu lebih kami berikan pengertian sesuai
dengan yang telah dibahas diatas.
3. Pengertian Filsafat Ilmu dan Filsafat Pengetahuan (Epistemologi)
- Pengertian Filsafat ilmu
Berdasarkan dari beberapa penjelasan yang telah kami jelaskan diatas
kita sedikit lebih mengerti bahwa ilmu dalam disiplin filsafat ilmu itu
berposisi sebagai objek dari kerja filsafat. Filsafat ilmu adalah suatu
telaah kritis terhadap suatu disiplin ilmu. Filsafat ilmu adalah telaah
lanjutan terhadap suatu bidang ilmu atau secondary reflexion.
dengan mengalihkan perhatian dari objek-objek kajian suatu disiplin ilmu
kepada sebuah kerja ilmiah suatu disiplin ilmu atau terhadap ilmu
tersebut. Hingga menjadi jelaslah keterkaitan antara objek-objek kajian
dengan metode-metode, antara masalah-masalah yang akan dipecahkan dengan
tujuan kerja ilmiah, lalu jelas juga antara pendekatan secara ilmiah
dan pengolahan bahan-bahan secara ilmiah.
Dalam filsafat ilmu ini kita mencoba menerapkan kefilsafatan dalam
kegiatan ilmiah, para penyelenggara kegiatan keilmuan setidaknya bisa
mengetahui lebih jelas lagi apakah anggapan dia terhadap sebuah
kebenaran kegiatan keilmuan itu memang benar sesuai dengan kebenaran
setelah diterpkan kefilsafatan dalam ilmu itu. Lalu perbedaan yang
dapat kita lihat dari filsafat ilmu dengan sejarah ilmu, fisikologi
ilmu, dan sosiologi ilmu yaitu terletak pada objek yang hendak
dipecahkan serta metode yang digunakan. Filsafat ilmu tidak berhenti
pada pertanyaan bagaimana perkembangan ilmu pada saat ini atau dan
bagaimana cara penyelenggaraannya, namun filsafat ilmu mempertenyakan
masalah metodologik yaitu azas-azas apakah yang mampu menyebabkan ilmu
telah memperoleh pengetahuan ilmiah.
Untuk menjawab pertanyaan itu tidak mungkin dilakukan oleh bidang
ilmu tersebut namun membutuhkan kefilsafatan yang kritis dan jujur.
Namun sebaliknya sang filoso ilmu harus menguasai filsafat sekaligus
ilmu itu sendiri. Titik tolak yang digunakan bukan hasil dari refleksi
sedehana terhadap skematik ilmu namun harus benar-benar bertitik tolak
atas penyelenggaraan ilmu itu sendiri. Pertalian antara filsafat dan
ilmu harus benar-benar menjelma pada sang filosof ilmu.
Dalam filsafat ilmu akan dibahas masalah persoalan epistemologi yang
berkaitan dengan penyelenggaraan sebuah kegiatan ilmiah dan keabsahan
simbol-simbol yang di pakai dalam suatu pembahasan keilmuan baik ilmu
empirik, ilmu rasional, dan juga bidang ilmu etika dan estetika,
kesejarahan, lalu dalam filsafat ilmu juga akan di bahas mengenai nilai
konsekuensi pragmatik suatu ilmu terhadap realitas, mengkritisi masalah
keempirisan suatu bidan ilmu empiris maupun kerasionalan.
Pengertian Filsafat pengetahuan
Filsafat pengetahuan atau epistemologi ini terlihat samar sama dengan
filsafat ilmu. Jika kita tidak memperhatikan terlebih dahulu terhadap
pengertian atas dua kata antara ilmu dan pengetahuan. Pengertian ilmu
mungkin telah di jelaskan diatas, namun beralih pada pengertian
pengetahuan susah rasanya untuk mendefinisikan filsafat karena ketika
kita bertanya tentang Apakah pengetahuan itu? Itu sendiri telah
menunjukan sebuah kegiatan pengetahuan, itu memperlihatkan upaya
mengetahui. Maka dari itu sebenarnya pengetahuan merupakan sebuah
keba’dihian bagi manusia. Jika saja kita mencoba untuk mendefinisikan
pengetahuan maka kita akan berputar-putar pada kata itu.
Filsafat pengetahuan atau epistemology ini adalah salah satu bagian
yang terdapat dalam filsafat selain ontology dan aksiologi. Namun
sebenarnya epistemology sendiri muncul baru-baru saat ini, meskipun
sebenarnya persoalanya muncul sudah sejak lama. Karena pada zaman
filosof-filosof seperti Mulla sadra ataupun Aristoteles epistemologi
masih merupakan bagian dari pembahasan ontologi.
Epistemologi merupakan suatu awal mula perjalanan dari sebuah
petualangan kefilsafatan karena epistemologi lah yang akan memberika
berbagai petunjuk untuk kita bisa masuk dalam filsafat. Atau mungkin
juga epistemology tidak hanya berpengaruh dan bermanfaat bagi filsafat
namun juga berpengaruh terhadap perjalanan hidup seorang manusia karena
epistemologi merupakan world view atau pandangan hidup bagi seorang
manusia, karena pandangan hidup akan mempengaruhi terhadap idiologi
seseorang dalam melakukan perbuatan. Mungkin karena alasan ini pula
seorang ilmuwan sekaligus revolusioner Iran Murtadha Muthahhari sangat
menekankan terhadap pembelajaran epistemologi ini, karena dunia sekarang
sedang dilanda oleh pendangan dunia yang materialis, hingga tolok-ukur
sebuah kebenaran pun di tanggalkan pada materi. Padahal pada
kenyataannya kita memiliki sebuah fitrah ataupun suatu keyekinan yang
selalu mengharapkan kebahagyaan yang tak terhingga, sedangkan materi
ternatas.
Dalam epistemologi akan dibahas tentang beberapa hal, mengenai apa
sebenarnya pengetahuan itu lalu dengan apakah kita akan memiliki atau
mendapatkan pengetahuan, alat apa saja yang bisa kita gunakan untuk kita
mendapatkan pengetahuan, adakah sumber ataupun objek untuk kita
mengetahui dan mendapatkan pengetahuan.
Dalam epistemologi para filosof mempertanyakan kembali bagaimana
peroses mengetahui yang bisa mengantarkan pada sebuah kebenaran hakiki.
Seperti yang telah dilakukan oleh Rene Descartes, filosof ini begitu
kritis hingga berbagai pengetahuan yang ia miliki semenjak kecil ia
hancurkan. Decart meragukan segalahal yang telah ia ketahui hingga
akhirnya ia sampai pada sebuah kesimpulan yang beranggapa “jika aku
berpikir maka aku ada”. Ataupun pyrlo yang begitu sekeptis terhadap
berbagai pengetahuan.
Filsafat pengetahuan ataupun epistemologi adalah sebuah telaah kritis
terhadap pengetahuan segala hal yang berkaitan dengan pengetahuan akan
di bongkar dan di pertanyakan kembali. Berbagai intrumen seperti indra,
akal, dan sebagainya akan di telaah kembali apakah sebenarnya yang mampu
diketahui oleh berbagai instrument tadi. Apakah sesuatu yang non materi
akan mampu di ketahui oleh instrument indra, jika tidak maka tidak
mungkin kita akan menemukan pengetahuan tentang yang non materi hanya
dengan menggunakan indra dan kita pun tidak bisa menolak ketidak
beradaan sesuatu yang non materi karena kita sendiri tidak pernah mampu
menggapai realitas itu dengan indra ini. Dalam peroses mengetahui
sendiri instrument indra tidak mungkin akan mampu menggapai sebuah
pengetahuan jika hanya bersandar pada instrument itu, karena alat itu
hanya sebagai sebuah pengambil gambaran atau informasi namun pengolahan
data di lakukan oleh akal.
Telaah kritis pada pengetahuan ini telah mengantarkan berbagai aliran
filsafat pada jalannya masing-masing dan pada idiologinya
masing-masing.
3. Objek Kajian
A. Objek Kajian Filsafat Ilmu
Umumnya objek kajian ini dibagi menjadi dua objek, yaitu: objek material dan objek formal. Yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Objek Material Filsafat Ilmu
Sebagai sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu adalah konsep dari pada
filsafat ilmu sebagai objek tersebut. Dengan langkah material ini
menerangkan bahwa filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode
ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya
secara umum.
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah suatu pandang dimana sang subjek menelaah objek
materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek
formal filsafat ilmu adalah esensi pengetahuan itu sendiri, artinya
filsafat ilmu lebih menaruh perhatian kepada problem mendasar ilmu
pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi
manusia? Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan
ilmu pengetahuan, yakni landasan ontologis, epitemologis, dan
aksiologis.[1]
Landasan ontologis pengembangan ilmu, artinya titik tolak penelaahan
ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang
dimiliki oleh seorang ilmuan. Sikap atau pendirian filosofis secara
garis besar dapat dibedakan ke dalam dua mainstream, aliran besar
yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu
materialisme dan spiritualisme. Materialisme adalah suatu pandangan
metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata selain materi.
Spritualisme adalah suatu pandangan metafisika yang menganggap kenyataan
yang terdalam adalah roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam.
Pengembangan ilmu berdasarkan pada materialisme cenderung pada
ilmu-ilmu kealaman dan menganggap bidang ilmunya sebagai induk bagi
pengembangan ilmu-ilmu lain. Dalam perkembangan ilmu modern, aliran ini
disuarakan oleh positivism, sedangkan spiritualisme cenderung pada
ilmu-ilmu kerohanian dan menganggap bidang ilmunya sebagai wadah utama
bagi titik tolak pengembangan bidang-bidang ilmu lain.
Jadi, landasan ontologis ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara
pandang ilmuan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud
adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu empiris. Manakala realitas
yang dimaksud adalah spirit atau roh, lebih terarah pada ilmu-ilmu
humaniora.
Landasan epistemologi pengembangan ilmu, artinya titik tolak
penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam
memperoleh kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah.
Metode ilmiah secara garis besar dibedakan kepada dua kelompok, yaitu
siklus empiris untuk ilmu-ilmu kealaman dan metode linier untuk
ilmu-ilmu social-humaniora. Cara kerja metode siklus empiris meliputi
observasi, penerapan metode induksi, melakukan eksperimentasi
(percobaan), verifikasi atau pengujian ulang terhadap hipotesis yang
diajukan, sehingga melahirkan sebuah teori. Adapun cara kerja metode
linier meliputi langkah-langkah antara lain persepsi, yaitu penangkapan
indrawi terhadap realitas yang diamati, kemudian disusun sebuah
pengertian (kosepsi), akhirnya dilakukan prediksi atau peramalan tentang
kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Landasan aksiologis pengembangan ilmu merupakan sikap etis yang harus
dikembangkan oleh seorang ilmuan, terutama dalam kaitannya dengan
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Dengan demikian, suatau
aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, ideology yang
dianut oleh masyarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan.
B. Objek Kajian Epistemik (Filsafat Pengetahuan)
Miran Epstein mengelompokan kemungkinan objek-objek epistem. Ada tiga
posisi utama dalam kajian epistemologi yang ia bagi, yaitu: Empiris,
Rasionalis, dan Transendental.
1. Empiris
Philosophers who subscribe to empiricism regard any object as a distinct class of observable phenomena.
( Filsuf yang berpaham empiris menganggap setiap objek sebagai suatu golangan yang nyata dari fenomena yang dapat diselidiki.)
2. Rasionalis
Rationalists regard reason as the active producer of concepts ex
nihilo (out of nothing). They maintain that concrete objects are deduced
from the general concepts that describe them, deduc-tionbeing the
logical process of drawing specific conclusions from generalisations.
( Rasionalis menganggap pemikiran sebagai produser aktif yang mengkonsep ex nihilo
(out of nothing). Mereka bersikukuh bahwa objek konkret adalah
penarikan kesimpulan dari konsep umum yang mereka gambarkan, penarikan
ini menjadi proses logis dalam menarik intisari umum tersebut.)
3. Transendental
Transcendentalists argue that concepts are formed in our
consciousness through a senses-mediated interaction between previously
existing empty templates of reason (also called ‘transcendental/a priori
categories’) and some unintelligible raw material of the external
reality (also called ‘the thing in itself’). The interaction is
dialectically constructive, meaning that the templates of reason and the
sense data transform and retransform each other reciprocally ad
infinitum. In short, the transcendental mechanism of this interaction
produces perpetually evolving concepts and objects. Contrary to what
both empiricism and rationalism imply, concepts and objects are
therefore not fixed. The history of science bears this out, showing that
almost all the concepts and objects of science have changed over the
years: how scientists think, and what they think about, has never been
fixed for all time.[2]
( orang-orang transendentalis berpendapat bahwa konsep dibentuk dari
kesadaran melalui indra- ditengahi interaksi antara keberadaan akal
kosong yang lalu (disebut juga dengan ‘transendental/ kategori a
priori’) dan sebagian material kasar yang tak jelas dari realitas
eksternal (disebut juga dengan ‘the thing in itself’). Interaksi adalah
dengan dialektika yang membangun, dalam artian bahwa bentuk pemikiran
dan data indra berubah dan merubah kembali satu dengan yang lainnya
dengan timbal balik yang terus-menerus. Dengan kata lain, mekanisme
transendental dari interaksi ini menghasilkan kekekalan perubahan konsep
dan objek. Berlawanan dengan empirisme dan rasionalisme sepenuhnya,
oleh karena itu konsep dan objek tidak terselesaikan. Sejarah ilmu
pendetahuan bersaksi atas semua ini, memperlihatkan bahwa hampir semua
konsep dan objek ilmu itu berganti setiap tahunnya: bagaimana ilmuan
berpikir, dan apa yang mereka pikirkan, tak pernah terselesaikan.
4. Lingkup Kajian
A. Lingkup Kajian Filsafat ilmu
Filsafat ilmu telah berkembang pesat seehingga menjadi suatu bidang
pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Lingkup filsafat ilmu
dari para filsuf dapat dijelaskan sebagaimana dikemukakan The Liang Gie
(2000) sebagai berikut.
1. Peter Angeles
Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama:
- Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
- Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangannya.
- Telaah mengenai saling kaitan di antara berbagai ilmu.
- Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, sumber dan keabsahan realitas, entitas teoretis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.
2. Cornelius Benjamin
Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang berikut.
- Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambangan ilmiah. Telaah ini banyak menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
- Penjelasan mengenai konsep dasar, pranggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tepat tumpuannya. Segi ini dalam banyak hal berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap berbagai keyakinan mengenai dunia kenyataan, keseragaman alam, dan rasionalitas dari proses alamiah.
- Aneka telaah mengenai saling kait diantara beragai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti misalnya idealism, materialism, monism, atau pluralism.
3. Marx Wartofsky
Menurut filsuf ini rentangan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi:
- Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal, dan metodologi ilmu;
- persoalan-persoalan ontology dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dangan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dari logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah.
4. Ernest Nagel
Dan hasil penyelidikan filsuf ini menyimpulkan bahwa filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas:
- Pola logis yang ditunjukan oleh penjelasan ilmu;
- Pembuktian konsep ilmiah;
- Pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah.[3]
Kesimpulan
- Ilmu dan filsafat jelas membdakan diri masing-masing, baik yang disebut Ilmu Filsafat atau pun Filsafat ilmu. Namun dari keduanya memiliki kaitan yang akrab.
- Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara Filsafat Ilmu dan Filsafat Pengetahuan atau modern ini sering disebut sebagai Epitemologi yang selalu berkaitan dengan bagaimana pembenaran itu menjadi benar-benar benar atau tidak disalah artikan.
- Dalam objek kajian filsafat ilmu kita akan menemukan dua bagian umum untuk objeknya, yaitu: Objek Material dan Objek Formal. Objek Formal membuahkan landasan ilmu pengetahuan, antara lain, landasan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi.
- Ontologis membagi dua mainstream yang keduanya memiliki pengaruh dalam keilmuan; yaitu, Materialisme dan Spiritualisme.
- Epistemologi dalam bagian Objek Formal membagi dua metode, pertama, Metode Siklus Empiris dan yang kedua, Metode Linier.
- Lingkup Kajian yang digambarkan banyak oleh para filsuf diatas menggambarkan ilmu tidak akan selesai dalam kajian walaupun hanya satu bidang yang dikaji, karena pendapat adalah tinjauan penting dan yang akan membuka jalan awal bagi penelitian.
Daftar Pustaka
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Muthahhari, Murtadha, Pengantar Epitemologi Islam, (Jakarta: Sadra Press, 2010).
Suseno M, Franz, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Penerbit Kansius, 2010).
Gharawiyan, Mohsen, Pengantar Memahami Buku Daras: Filsafat Islam, (Jakarta: Sadra Press, 2012).
Beerling dkk, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003).
Epstein, Miran, Introdution to The Philosophy of Science, Artikel, 2011.
[1] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) cet. II, hal. 47-48
[2] Epstain, Miran, Introduction to The Philosophy of Science, An Article: 2011 hal. 10-11
[3] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)cet. II, hal. 49- 50